Kulirik jam tanganku, 6.30 pagi. Seperti biasa aku menunggunya di persimpangan jalan ini. Menunggunya untuk berangkat sekolah bersama. Inilah saat yang selalu aku rindukan. Saat aku bisa melihat wajah cerianya dan kerlingan mata jenakanya, ketika dia berceloteh riang. Setiap hari ada saja yang dia ceritakan. Semua terasa indah didengar. Walaupun aku hanya meresponnya dengan senyuman, anggukan, atau kata "Ouu.." saja, tapi dia tak merasa keberatan. Dia memang sangat mengerti aku, seorang cowok dingin dan pendiam, begitu kata teman-temanku. Sedangkan dia seorang gadis periang yang tak bisa diam. Aku ibaratkan kami ini seperti Rangga dan Cinta di film Ada Apa Dengan Cinta. Kami berbeda, tapi satu dalam cinta.
Tap.. tap.. Suara langkah kakinya mendekat. Dia selalu datang dengan setengah berlari. Rambut panjangnya yang diikat bandana berkibar menutupi sebagian wajah manisnya. Setelah ini dia pasti menyapaku riang "Hai.. Udah lama nunggu ya? Sori ya kelamaan". Dan selalu kubalas dengan anggukan saja. Tapi, kali ini dugaanku meleset. Dia tak menyapaku. Dia hanya diam dengan ekspresi datar, dan melanjutkan langkah kakinyatanpa melirikku sedikitpun. Aku segera menyusul di sampingnya. Seribu tanda tanya berkecamuk di otakku. Apakah dia ada masalah? Apakah dia marah? Apa dia sakit?
Kucoba tetap tenang. Tidak lama lagi dia pasti menceritakan keluh kesahnya seperti biasanya. Sepuluh menit telah berlalu dari 6.30, dan dia tetap diam. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Belum pernah aku sejengah ini berasa di sisinya. Aku tak bisa diam saja, aku tak tahan lagi. Akhirnya kuberanikan diri bertanya "Rin, ada apa?� Dia hanya menggeleng, tanpa menghentikan langkahnya.
Semakin jelas dia ada masalah. Belum pernah sekalipun dia mengabaikanku seperti ini. Dorongan rasa penasaran membuatku bicara lebih banyak �Kenapa kamu diam saja? Ada masalah apa?". Secara tak terduga dia menghentikan langkahnya, tepat di depan gerbang sekolah. Dengan mata berkilat dia menatapku tajam, dan berkata "Kamu benar-benar ingin aku bicara? Untuk apa? Untuk apa aku bicara, untuk apa aku banyak cerita kalau kamu tak pernah menanggapi. Bahkan aku tak pernah tahu selama ini kamu benar-benar mendengarku atau tidak . Aku bosan jadi radiomu!"
Kata-katanya deras mengguyurku hingga beku. Dan aku hanya bisa terpaku, memandangnya berlalu.
***
*Mendengarkan cerita dan keluh kesahnya, adalah salah satu cara mencintai. Tapi terkadang mendengar saja tidak cukup*
***
"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."
No comments:
Post a Comment