Sunday, November 11, 2012

Siti Pembantu Seksi

"Bu, ini teman kakak saya yang mau kerja di sini, namanya Siti" kata pembantu tetanggaku malam itu, saat mengantar pembantu baru untukku. Kemudian seorang gadis berkulit cerah yang disebut namanya itu mengulurkan tangan padaku, sambil tersenyum ramah. Ah, ini pembantu baruku. Dari pandangan pertama, penampilan Siti memang berbeda dari pembantu kebanyakan. Rambut hitam lurusnya berpotongan pendek dengan poni menyamping ala personil girlband masa kini. Blouse ketat lengan pendek yang dikenakannya sangat modis dengan pernak-pernik ala artis korea. Dipadukan dengan celana pendek di atas lutut, yang makin memperjelas bentuk tubuhnya. Ditambah dengan tata rias di wajahnya yang membuat penampilannya makin mencolok. Dalam hati aku menggumam "Dia ini mau jadi pembantu atau mau ikut audisi girlband? ". Bagi kebanyakan majikan perempuan pasti merasa terancam oleh kehadiran makhluk seperti ini di runahnya. Makhluk dengan label "pembantu seksi". Tapi tidak denganku. Aku tak terlalu memperdulikan itu. Karena aku merasa diriku lebih seksi. Justru aku berpikir, anak ini punya style dan keberanian untuk tampil beda. Cuma memang keseksiannya agak mengganggu, dan itu bisa diarahkan. Don�t judge the book by its cover lah, masa� gara-gara penampilan aku menolak dia? begitulah pikiranku saat itu.

Malam itu aku manfaatkan untuk sesi perkenalan dan menggali latar belakangnya. Darinya aku tahu bahwa Siti ini mantan TKI. Beberapa bulan yang lalu sempat kerja di Singapura selama 2 tahun. Awalnya aku agak ragu juga, jangan-jangan dia minta gaji tinggi. Tapi setelah aku tanya ternyata dia dengan senang hati mau menerima standar gaji di kampung ini, yang tentunya sangat jauh di bawah standar Singapura. Diapun cerita, kalau dia kembali ke Indonesia karena tak mau jauh dari ayahnya yang kesehatannya sudah menurun. Selain di Singapura, ternyata dia pernah kerja di Hongkong pula. Wah banyak juga pengalamannya. Aku aja seumur hidup belum pernah ke luar negeri *ngiri*. Pantas saja gayanya beda dari pembantu lainnya. Tapi dari obrolan kami itu, aku cukup lega karena aku tak melihat ada kesan genit padanya. Dan aku percaya dengan penilaianku itu. Singkat kata, malam itu aku resmi menerimanya menjadi pembantu rumah tangga di rumahku.

Beberapa hari berselang, tak ada kekacauan yang kurasakan. Sepertinya Siti lumayan bisa diandalkan. Tak sia-sia dia jadi TKI bertahun-tahun. Aku tak perlu mengerahkan banyak energi untuk memandorinya. Dari segi pekerjaan sepertinya tak ada masalah. Tapi dari segi cara berpakaian tetap tak jauh beda dengan pakaian yang dia pakai saat pertama kali datang. Hingga suatu saat datang komplain yang datang justru dari tetanggaku, si bu RT. Sepertinya beliau ini merasa galau, resah, gelisah, oleh kehadiran Siti, pembantu seksi. Dari sumber yang kurang bisa dipercaya, katanya si ibu RT bilang "Dia itu kan cuma pembantu, kok penampilannya genit begitu. Bilangin dong kalau pakai baju jangan kaya' gitu". Waduh kok komplainnya bernada amarah gini. Sebagai majikannya tentu aku merasa tak enak. Aku harus cari cara agar bisa menasehatinya dengan cara yang halus, dan tidak menyakiti hatinya.

Sebelumnya, sebagai second opinion, aku konfirmasi dulu ke suamiku, sebagai makhluk cowok di rumah ini, tentang pembantuku ini. Karena sepertinya suamiku tak pernah komplain tentang penampilan Siti. "Pa, menurut papa sebagai cowok, gimana penampilan Siti?" tanyaku. "Ya sebenarnya aku merasa risih juga sih. Make pakaiannya pendek-pendek, ketat-ketat gitu�" Jawaban suamiku membuatku agak sewot. "Risih tapi kok nggak pernah bilang.. Risih tapi kok diem-diem aja.. Risih ato menikmati?!". Ah, dasar laki-laki. Dan makin kuat hasratku untuk mengambil tindakan medis.

Dari pengamatanku aku ambil kesimpulan, bahwa Siti memang tidak mempunyai baju yang 'normal'. Kopernya yang gede itu diisi dengan selusin baju 'seksi'. Kalau hanya menasehati agar tidak memakai baju-baju itu lagi, tentunya percuma saja, karena hanya baju-baju seperti itu yang dia punya. Satu-satunya cara adalah dengan mengganti baju-bajunya dengan yang lebih layak. Dan mau tak mau aku harus membelikannya baju layak pakai. Duh, kapan lagi aku harus nyari, hari kerjaku jadwalnya sangat padat. Apalagi ini tanggal tua, jadi tambah mikir-mikir lagi. Tiba-tiba aku ingat, sepertinya aku masih punya beberapa baju baru yang belum sempat kupakai. Malam itupun aku mengobrak-abrik lemari pakaianku. Dan lumayan membuahkan hasil. Aku menemukan 4 kaos dan 2 celana baru, yang semuanya masih belum kunodai alias belum dipakai sejak aku beli. Lita yang dari tadi mengamati aksiku berkata "Mama yakin mau ngasih baju-baju itu ke Mbak Siti? Kan bajunya bagus-bagus ma.. Mama nggak sayang? Ntar mama nyesel loh". "Nggak lah.. Mama kan masih bisa beli lagi" balasku dengan senyuman. Padahal dalam hati aku bilang "Ya mau gimana lagi? Tak ada pilihan lain. Daripada kestabilan rumah tangga terancam" haha..:P.

Dan malam itu juga, segera aku berikan baju-baju baruku itu ke Siti. Dan dia menerima dengan senang hati. Alhamdulillah, sejak saat itu dia mulai memakai baju-baju yang aku berikan, dan tidak lagi berseksi-seksi ria. Lega, akhirnya misiku berhasil. Dan aku jadi sadar, pendapat dan penilaianku tidak selalu sama dengan orang lain. Yang menurutku baik-baik saja, belum tentu baik bagi orang lain. Bisa jadi malah meresahkan. Itulah pentingnya kepekaan terhadap sekitar, terutama terhadap suami sendiri. Agar suami tetap terjaga hati dan pandangannya.

No comments:

Post a Comment