gambar dari sini |
Jakarta, di penghujung senja..
Dengan harap-harap cemas kupencet tombol call di hpku. Tertera nama laki-laki itu di sana, Ade. Seorang laki-laki yang pernah sangat memujaku, mengejarku, dan tak pernah sedikitpun mengabaikanku. Tapi kini aku ragu, masihkah pesonaku meluluhkan hatinya. Entah sejak kapan dia mulai dingin padaku. Tak pernah kuterima lagi pesan-pesannya melalui email, chating, sms, maupun telepon. Sejak dia pindah tugas ke Denpasar, kami memang tak bisa bertemu setiap saat. Jadi hanya lewat media itulah kami berkomunikasi.
"Halo.. Assalamualaikum.. " Suara beratnya membuatku rindu sekaligus gugup seketika.
"Waalaikumsalam.. Apa kabar mas?"
"Alhamdulillah baik.. Ini siapa ya?"
Ya ampun, dia tidak mengenali suaraku, bahkan tak mengenali nomer telponku. Bagaimana mungkin? Apa dia sudah menghapus nomer hpku dari contact list-nya? Tiba-tiba aku merasa dibuang.
"Ini aku mas.. Masa' nggak hapal suaraku?"
"Eh.. Dek Hani.. Maaf..kirain siapa" jawabnya datar.
Disengaja atau tidak, jelas dia sudah berhasil melemahkan mentalku. Tapi bukan tipeku yang langsung mundur begitu saja.
"Mas masih di Denpasar kan?"
"Iya lah.. Mau kemana lagi?"
"Kok nggak pernah kasih kabar?"
"Maklum dek.. Aku sibuk banget akhir-akhir ini"
Jawaban klasik, yang kuartikan dengan "Aku nggak kasih kabar, karena aku nggak mikirin kamu lagi". Tapi apapun pikiran dia, aku harus menyampaikan niatku. Niat yang sudah lama aku simpan sebagai kejutan untuknya.
"Mas, aku mau main ke Denpasar. Boleh kan?" akhirnya kusampaikan maksudku dan berharap dia menyambut dengan suka cita.
"Kamu serius? Kenapa mendadak begini?"
Jleb! Bukan respon itu yang kuharapkan. Dari nada suaranya jelas terasa dia tak mengharapkan kedatanganku.
"Ini bukan mendadak mas. Dari dulu aku ingin sekali kesana. Mas juga pernah minta aku nengokin mas kan? Baru sekarang ini aku bisa ke sana"
"Jangan dulu ya. Aku lagi sibuk banget dek" dia menolakku!
"Kenapa mas? Benar karena sibuk? Atau ada sebab lain?"
Perasaanku menangkap sinyal yang tak wajar. Pasti ada yang tak beres sampai dia menolak kedatanganku.
"Dek, udah dulu ya. Pak bos nyuruh aku nyari berkas. Segera!"
Tut..tut.. Telponku diputus sepihak olehnya. Sungguh keterlaluan. Beginikah rasanya ditolak? Sakit sekali.
Denpasar, seminggu kemudian..
Sejak aku menelponnya hari itu. Tak ada kabar darinya sama sekali. Dan penyebab dia menolakku masih menjadi misteri bagiku. Itulah yang membawaku ke sini. Menempuh ribuan kilometer demi mencari jawaban atas rasa penasaranku. Dia tak bisa mencampakkanku begitu saja tanpa ada penjelasan yang masuk akal.
Berbekal catatan alamat yang pernah dia berikan dulu, aku berjalan di sebuah gang di pusat kota Denpasar. Semoga saja dia masih tinggal di sana. Tiba-tiba aku melihat sosok laki-laki berkulit terang dan berwajah tampan. Kemeja yang pas di badannya memperlihatkan dengan jelas bentuk tubuhnya yang atletis. Seketika itu jantungku terasa berdetak lebih cepat. Ingin sekali hati ini memanggil namanya "Mas Ade!". Namun seketika itu pula kuurungkan niatku saat mataku menangkap sosok lain di sisinya. Sosok itu menggelayut manja dalam rengkuhan mas Ade yang menatapnya dengan mesra. Sosok seorang laki-laki!
No comments:
Post a Comment