sambungan dari sini
Hari sudah mulai malam saat itu di GWK. Karena anak-anak tampaknya sudah capek, maka kami memutuskan untuk turun dari area patung Wisnu dan Garuda. Masih terdengar alunan musik bali, dan makin lama makin jelas seiring dengan langkah kami menuruni anak tangga. Ternyata malam itu ada pertunjukan tari barong di amphiteater GWK yang terletak di bagian depan, tepat di sebelah pintu masuk. Dan untuk melihat pertunjukan itu, kami tidak dipungut biaya lagi. Ternyata tiket masuk GWK seharga Rp 30.000 itu sudah termasuk dengan nonton pertunjukan barong. Mmm.. berarti tidak mahal juga ya, dibandingkan tiket nonton tari kecak di Tanah Lot seharga Rp 50.000 atau di Uluwatu seharga Rp 100.000. Tak mau melewatkan pertunjukan itu, maka kami sempatkan menonton, walaupun hanya sebentar. Tak disangka, di dalam teater penontonnya sangat padat, hingga berjubel sampai batas panggung karena tidak kebagian tempat duduk, termasuk di antaranya aku dan anak-anak. Sedangkan suamiku memilih berdiri di pinggir pintu masuk.
Pertunjukannya lumayan seru, walaupun aku tak tahu persis ceritanya karena tak menonton dari awal. Ada beberapa penari kecak, disambung dengan penampilan semacam sepasang ondel-ondel. Tapi ini ondel-ondel bali ya, jangan dibayangkan mirip dengan ondel-ondel betawi. Besarnya sih hampir sama, tapi kostumnya beda *ya iyalah.. Lo pikir ini di PRJ.. Eh.. :D. Belakangan aku baru tahu kalau sepasang ondel-ondel ini namanya barong Landung. Setelah itu ada penampilan firedance, yang menyemburkan api dari mulutnya. Bukan benar-benar menyemburkan api sih, tapi pemainnya 'meminum' minyak tanah, kemudian menyemburkannya ke arah obor yang dipegangnya, dan membuat apinya tersembur dahsyat. Iya, dahsyat, sampai-sampai aku shock karena ikut kena sembur minyak tanah. Duuh.. Kapok deh.. Beginilah nasib, kalau nontonnya terlalu dekat dengan panggung, bagaikan nonton film 4D deh. Dan sukses membuat sekujur tubuhku beraroma minyak tanah, plus aroma keringat. Perpaduan dua senyawa itu pasti tak kalah dahsyat dengan pertunjukan tadi.
Setelah acara sembur-semburan dan lempar-lemparan api, barulah muncul tokoh utama pertunjukan ini, yaitu barong. Kalau barong dari cina disebut barong sai, kalau barong dari bali ini, aku sebut bli barong. Dan menurutku antara bli barong dan barong sai ini ada kemiripan, yaitu sama-sama sok ganteng dan narsis. Serius loh. Lihat saja gerak-geriknya, caranya berjalan, caranya mengedip-ngedipkan mata, caranya bergoyang, seolah berkata "Hey, lihat aku donk..". Dasar barong genit! Hehe..
Sedang enak-enaknya bli barong berlenggak-lenggok, tiba-tiba datang leak yang menggambarkan sifat jahat. Tapi herannya, kenapa kostum leaknya putih-putih ya? Bukannya biasanya yang jahat itu pakainya hitam-hitam? Eh nggak juga sih, aku jadi ingat film Lord of The Ring, dimana penyihir jahatnya memakai kostum putih-putih. Ya seperti leak inilah. Mungkin ini menggambarkan bahwa kadang kejahatan itu tidak hadir dalam kemasan yang menakutkan, terkadang dia bisa hadir dalam balutan keindahan. Seperti leak putih ini, yang sangat indah di mataku.
Sang leak datang mengganggu ketenangan, dan para penari kecak berusaha melawan, tapi gagal.. Dan gagal lagi. Berkali-kali sang leak ditusuk, tapi bukannya mati, malah justru semakin kuat. Beberapa penari mulai berguguran. Dan aku mulai bosan, masa sih membunuh 1 leak aja sesusah itu. Padahal satu banding puluhan. Ah, kelihatannya bakal lama nih, kalau menunggu leak dikalahkan. Atau jangan-jangan malah leaknya memang tak bisa dikalahkan. Daripada kecewa dengan akhir ceritanya, mending kami akhiri saja trip ke GWK kali ini, karena hari sudah malam. Bagaimana akhir ceritanya biarlah itu jadi misteri saja. Sebuah cerita akan selalu jadi cerita, dan ceritanya takkan pernah berakhir karena akan selalu disambung dengan cerita-cerita yang lain. Seperti perjalanan kami ini, akan disambung dengan cerita perjalanan yang lain. Jadi simak terus ya... ^^
No comments:
Post a Comment