Monday, May 28, 2012
Kejujuran yang Tergadaikan
�Ting!� sebuah sms masuk ke ponselku pagi itu. Ah, dari adikku. Kami memang tinggal terpisah. Dia masih di kampung bersama orangtuaku, dan aku mengadu nasib di Jakarta. Jadi komunikasi antara kami hanya lewat telpon dan sms, atau sekali-sekali lewat facebook. Dan tak lama kemudian mengalirlah sebuah percakapan antara kami melalui sms.
Adikku : �Mbak, hasil UNku jelek :(�
Aku : �Dah keluar hasilnya? Emang berapa aja nilainya?�
Adikku : �Udah. Yang bagus cuma bahasa Inggris ma bahasa Indonesia�
Aku : �Ya udah, ga usah disesali. Rata-rata masih 7 kan?�
Adikku : �Rata-rata 7,5. Itu 100% jujur, tanpa bumbu kunci. Aku berani bersumpah, nyawa taruhannya�
Aku : �Loh bukannya emang sudah seharusnya jujur. Jadi ya nggak usah disesali. Kamu dah melakukan yang terbaik, dan berusaha maksimal�
Ada yang aneh kurasakan saat dia mengatakan �100% jujur, tanpa kunci�. Bagiku kejujuran itu suatu keharusan. Dan menurutku tak perlu ditegaskan lagi tentang kejujuran di sini, karena aku yakin adikku pasti jujur. Tapi ternyata ada fakta lain yang cukup mengagetkan. Berikut sms lanjutan dari adikku.
Adikku : �Tau nggak mbak, temen-temen sekelasku pakai kunci semua, kecuali aku dan 2 orang temanku. Alhasil nilai kami bertigalah yang paling jelek�
Aku : �Weh! Kok iso entuk kunci toh? Darimana? Makin lama kok makin kacau aja negara ini. Anak sekolahan aja pada curang, gimana nanti kalau dah ngurus negara.. hadeeh. But I�m proud of you, karena nggak ikut-ikutan arus negatif�
Adikku : �Tengkyu mbak. Selama UN kami bertiga tuh kaya� dikucilkan dan diasingkan. Hampir 85% anak SMA di tempatku pakai kunci. Semoga Allah mengampuni mereka�
Astaghfirullah, miris sekali mengetahui fakta itu. Bagaimana kecurangan sudah menjadi sebuah kebutuhan, dan tanpa malu-malu dilakukan secara berjama�ah. Bahkan banyak di antara pelaku kecurangan itu merasa bangga, dan mengucilkan teman-temannya yang jujur. Sepertinya ada yang salah dengan sistem pendidikan di negeri ini. Sepertinya ada yang salah dari para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Seharusnya sikap dan mental yang baik adalah hal yang utama diajarkan dan ditanamkan. Bukan hanya mengejar nilai akademis saja.
Kejujuran seolah sudah tak ada artinya lagi, bahkan dilecehkan. Kejujuran sudah tergadaikan oleh angka. Hanya demi mendapat nilai bagus, mereka sanggup membutakan hati nurani. Seperti inikah potret sebagian generasi muda kita? Generasi yang akan memimpin negeri ini kelak.
Speechless
-___-
Labels:
Sekitar Kita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment